KISAH KASIH
TAK SAMPAI
Dibintangi
oleh : Bintang-bintang shahabat Rosululloh SAW.
Diriwayatkan
oleh :
Ahmad Syihabuddin bin Salamah Al Qolyubi . ( An Nawadir 20 )
Alih
bahasa oleh : H. Sabartas
Guru Ratu Sendupala
Bintang utama :
1-
Yazid bin Mu’awiah
2-
Ummu Kholid
3-
‘Adi bin Hatim
4-
‘Amr bin ‘Ash
5-
Mu’awiyah bin Abi Sufyan
6-
Abdur Rohman bin Shokhr ( Abu
Huroiroh )
7-
‘Abdulloh bin ‘Umar bin Khotthob
8-
‘Abdulloh bin Zubair
9-
Husen bin ‘Ali bin Abi Tholib
Pada suatu hari
putra mahkota seorang Kholifah Bani Umayyah bernama Yazid bin Mu’awiyah bin Abi
Sufyan bertamasya di sebuah perkebunan di Madinah al Munawwaroh.
Tak terencana,
Ia menatap wajah seorang wanita cantik molek yang mungkin kebetulan tidak bercadar.
Ternyata apa
yang diucapkan oleh seorang penya’ir
betul-betul terjadi pada
diri Yazid bin Mu'awiah ini :
“Dari mana
datangnya lintah ? Dari
sawah turun ke
kali,
Dari mana
datangnya cinta ? Dari mata
turun ke hati “.
Seorang wanita
cantik molek itu bernama Ummu Kholid.
Ia memang wanita
yang berparas indah, sehingga sulit bagi Yazid untuk melupakan
begitu saja.
Sepulangnya dari
Madinah al Munawwaroh, paras indah Ummu Kholid selalu membayang di pelupuk mata
Yazid, Bayangan Ummu Kholid betul-betul telah bersemayam di hatinya sehingga
tak sesaat pun berlalu
tanpa mengenang wajah Ummu Kholid.
Dari hari ke
hari, minggu ke minggu, Yazid selalu diam, merenung, melamun, tak satu kalimat
pun keluar dari mulutnya, tak sebiji kurma pun ia makan, tak seteguk
air pun ia minum, siang dan malam selalu bimbang, antara harapan dan kecemasan,
mata terpejam namun hati tak mau tenang, sehingga wajahnya tampak pucat,
badannya kurus, lemah lunglai, jika
ditanya ia menjawab : “Aku tidak
sakit, aku tidak apa-apa.
Tetapi semua
orang tak percaya kalau ia tidak sakit , maka banyak teman dan handai taulan
datang memberi do’a dan harapan agar ia
terhibur, namun tak satu pun dari mereka yang bisa menghiburnya, mereka tidak
tau apa gerangan
yang menjadikan ia
sakit seperti itu ?
Putra mahkota
kesayangan Mu’awiah bin Abi Sufyan yang terbakar oleh bara api
asmara yang membara di hatinya,
badannya lemah, kurus, matanya cekung,
wajahnya pucat, tak dapat merasakan kebahagiaan walaupun hidup di
tengah-tengah kemewahan.
Memang, jika
alunan musik cinta telah bergema dalam benak
seseorang, maka hidup terasa hampa, yang ada hanyalah lamunan serta pandangan yang kosong, rasa
gembira dan bahagia pergi, rasa
rindu menjadi jadi, Kebahagiaan
akan datang berkunjung
mana kala kekasih
yang dicintai telah
dapat ditemui .
Melihat putra
mahkota yang disayang demikian keadaannya, ayah dan ibunya merasa sedih, iba dan
kasihan namun mereka tidak dapat menerka, gerangan apakah kiranya yang
menjadikan sang putra mahkota berubah
dari kebiasaannya .
Jika seorang
pelantun bahasa mengatakan : “ Dalamnya
laut dapat diterka, dalamnya hati siapa tau “, maka itulah
keadaan sang putra
mahkota Yazid bin Mu’awiyah.
Kholifah
memanggil ajudan pribadinya yaitu ‘Amr bin ‘Ash agar melihat dengan jeli, apakah gerangan yang
menyebabkan Yazid seperti
itu keadaannya ?
Ajudan Kholifah
Mu’awiyah yang cerdik bernama ‘Amr bin ‘Ash itu melihat Yazid demikian keadaannya,
ia mengerti lalu
bilang kepada
Kholifah : “Tuan Kholifah yang mulya, kami mempunyai dugaan bahwa Putra
mahkota Kholifah tak kan pernah mengaku gerangan apa yang menimpanya kecuali
kepada ibuny yang amat disayangi”.
Maka hendaklah
kiranya ibu bersepi-sepi dengannya dan bertanya mengapa Yazid berubah
menjadi begitu.
Kholifah menuruti
pendapat ‘Amer bin ‘Ash, maka sang ibu dimohon untuk membujuk putranya,
Ternyata sang putra mengaku : “Aku sakit asmara, Bara api cinta yang membara dalam hatiku tak
dapat dipadamkan oleh dinginnya air Es, tak dapat di direhat oleh desiran angin sepoi sepoi basa, Bara api cinta yang membara dalam hatiku hanya dapat
dipadamkan oleh dinginnya air muka Ummu
Kholid, wanita cantik yang bermukim
di Madinah wahai
ibuku”
Obat rindu
memang hanya satu , yaitu
bertemu dengan kekasih
yang dirindukan :
شِفَاءُ
الْقُلُوْبِ لِقَاءُ الْمَحْبُوْبِ
(Sembuhnya hati
adalah lantaran bertemu
dengan kekasih )
Setelah ibu mendapatkan jawaban dari Putra mahkota yang
disayang, maka beliau bilang kepada Kholifah.
Maka Kholifah
memanggil ‘Amr bin ‘Ash seorang yang cerdik dan selalu sukses dalam mengatur
politik kenegaraan dan diharapkan
sukses pula dalam
mengatur politik percintaan.
‘Amr bin ‘Ash
lalu berkata : “Wahai Kholifah, Ummu Kholid itu seorang yang masyhur dalam
kecantikannya di Madinah, namun dia telah dinikahi oleh seseorang. Hendaknya
Kholifah memanggil suaminya untuk datang ke Dasyiq sini, lalu Kholifah berikan
kepadanya uang dan pakaian
yang banyak, setelah
itu perbolehkan dia
pulang , tanpa ditanya apa-apa”.
Kholifah
Mu’awiah bertanya : “Setelah itu bagaimana selanjutnya ?”
‘Amr bin ‘Ash
menjawab : “Setelah itu panggil dia kembali ke Damsyiq sini dan tanyakan
kepadanya: Apakah anda telah beristri ? .. Jika ia bilang sudah
beistri maka pukulkan tangan kanan
Kholifah ke wajah
Kholifah sendiri tanpa berbicara
satu kalimat pun seperti
orang yang sedang
bingung, hingga ia
keluar dengan penuh
tanda tanya“.
Ketika ‘Adi bin
Hatim telah selesai menghadap Kholifah dan mengetahui Kholifah memukulkan
tangan kanan pada wajahnya dan tidak berbicara satu kalimah pun, maka ia pun
terus keluar dalam keadaan penuh tanda
tanya, dan ketika itu ‘Amr bin ‘Ash berada di
pintu.
‘Adi bin
Hatim lalu bertanya
kepada ‘Amr prihal
yang dilakukan oleh
Kholifah. ‘Amr bin ‘Ash menjawab : “Aku dengar Kholifah akan menikahkan
kamu dengan putrinya yang tercantik kemudian memberimu harta yang banyak,
sayang kamu telah mempunyai istri
sehingga beliau terkejut dan tidak
dapat berfikir sebab
Kholifah tidak rela
jika anaknya dinikah oleh orang yang
sudah punya istri”.
‘Adi bin Hatim
lalu bertanya kepada ‘Amr bin ‘Ash : “Bagaimana sebaiknya, apa yang harus saya
lakukan untuk beliau ?”.
‘Amr menjawab :
“Kamu pasti akan dipanggil kembali oleh Kholifah, dan besuk jika kamu dipanggil
dan ditanya oleh Kholfah, maka katakan saja :
“Istriku telah aku cerai” ,
begitu saja, sekarang kamu pulang dan
pikirkan dulu hal ini
dengan betul”.
Subhanalloh,
Wanita, harta
dan tahta adalah penggoda yang amat menarik. Jika seseorang tidak mampu
mengedalikan jiwanya, ia pasti terbawa
oleh godaan itu.
Begitulah hal yang
menimpa pada ‘Adi bin Hatim, yang semula tak mau berpisah denga istrinya lantaran cinta
pertama yang telah tumbuh subur di hatinya, namun karena godaan yang amat
dahsyat menerpa pikirannya, maka ia tak
mampu membendung arus
godaan tersebut.
Beberapa hari
kemudian ‘Adi bin Hatim dipanggil kembali oleh
Kholifah, dan setibanya dihadapan Kholifah ia
berkata bahwa Ia
telah menceraikan istrinya.
Segera Kholifah
memanggil sekretarisnya dan berkata : “Tulislah apa yang dikatakan oleh ‘Adi
bin Hatim. Maka para sekretaris pun menulisnya dan minta tanda tangan kepada
‘Adi bin Hatim bahwa ia betul-betul
telah menceraikan istrinya.
Beberapa bulan
kemudian ketika masa iddah Ummu Kholid telah habis maka Kholifah memanggil Abu
Huroiroh dan memberikan harta yang banyak kepadanya lalu meminta agar Abu
Huroiroh datang ke Madinah perlu melamar Ummu Kholid untuk dinikahkan dengan
putra mahkota Kholifah yakni Yazid bin Mu’awiah.
Sesampainya Abu
Huroiroh di Madinah , ia berjumpa dengan ‘Abdulloh bin ‘Umar bin Khotthob lalu
ditanya untuk apa datang di Madinah. Abu Huroiroh memberi kabar bahwa ia
diperintah Kholifah Mu’awiah agar melamar Ummu Kholid untuk dinikahkan dengan
Yazid bin Mu’awiah.
‘Abdulloh bin
‘Umar berkata : “Andai aku juga memberi amanat kepadamu agar melamarkan aku
untuk mendapatkan Ummu Kholid bagaimana ?”.
Abu Huroiroh menyanggupkan untuk sekaligus melamarkannya agar Ummu Kholid
memilih sendiri siapa
yang dikehendaki.
Setelah itu Abu
Huroiroh bertemu dengan ‘Abdulloh bin Zubair dan menanyakan untuk apa datang di
Madinah ? Abu Huroiroh juga memberi kabar bahwa ia diperintah Kholifah Mu’awiah
agar melamar Ummu Kholid untuk untuk
dinikahkan dengan Yazid bin Mu’awiah.
‘Abdulloh bin
Zubair juga berkata : “Andai aku juga memberi amanat kepadamu agar melamarkan
aku untuk mendapatkan Ummu Kholid bagaimana ?”.
Abu Huroiroh menyanggupkan untuk sekaligus melamarkannya agar Ummu
Kholid memilih sendiri siapa yang
dikehendaki.
Setelah itu Abu
Huroiroh bertemu dengan Husen bin ‘Ali bin Abi Tholib
dan menanyakan untuk apa
datang di Madinah ? Abu Huroiroh
juga memberi kabar bahwa ia diperintah Kholifah Mu’awiah agar melamar Ummu Kholid
untuk dinikahkan dengan
Yazid bin Mu’awiah.
Husen bin ‘Ali
bin Abi Tholib juga berkata : “Andai aku
juga memberi amanat kepadamu agar
melamarkan aku untuk mendapatkan Ummu Kholid bagaimana ?”.
Abu Huroiroh menyanggupkan untuk sekaligus melamarkannya agar Ummu
Kholid memilih sendiri
siapa yang dikehendaki.
Amanat atau
kepercayaan yang diberikan kepada seseorang bukanlah sesuatu yang ringan tetapi
harus dilaksanakan, Amanat adalah hutang
yang harus dibayar, dan
pasti dimintakana pertanggung
jawaban,
Amanat harus diberikan kepada seseorang yang betul-betul
sesuai dengan apa yang dikehendaki
oleh kebenara, Alloh
SWT berfirman :
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى
أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُواْ بِالْعَدْلِ إِنَّ
اللّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. ( An Nisaa’ 58 )
Hal ini tidak
banyak orang yang
dapat melakukannya, Hal ini hanya
dapat dilakukan oleh orang yang mumpuni dalam keilmuannya serta terbebas dari
pengaruh cinta harta atau tahta
atau wanita,
Abu Huroiroh seorang sohabat yang kaya ilmu, lagi pula
terlatih sebagai ashabus shuffah yang tak tergiur dengan kemewahan
dunia, patutlah untuk menerima
amanat dari beberapa
calon pengantin.
Sesampainya di
rumah Ummu Kholid, maka Abu Huroiroh menyampaikan salam dari Kholifah Mu’awiah
dan memberitaukan bahwa Ummu Kholid telah diceraikan oleh ‘Adi bin Hatim
beberapa bulan yang lalu dan kini telah habis masa iddahnya, selanjutnya menyampaikan bahwa Kholifah
melamarnya untuk dinikahkan dengan
Yazid bin Mu’awiah.
Lebih dari itu
juga ada beberapa shohabat yang memberi amanat agar kami melamar Ummu Kholid untuk
dinikah oleh beberapa shohat tersebut, yaitu ‘Abdulloh bin ‘Umar,
‘Abdulloh bin Zubair, dan Husen bin ‘Ali bin Abi Tholib, selanjutnya hak
memilih kami serahkan kepada
Ummu Kholid sendiri.
Ummu Kholid lalu
berkata kepada Abu Huroiroh : “Beritaulah aku tentang keadaan mereka
semua”. Abu Huroiroh lalu menuturkan : “Yang nomer satu, punya harta banyak tetapi
tidak ahli agama, yaitu Yazid bin
Mu’awiah, yang nomer dua dan tiga, mempunyai harta juga punya agama,
yaitu‘Abdulloh bin ‘Umar dan ‘Abdulloh
bin Zubair, yang nomer empat, mempunyai
agama tetapi tidak mempunyai harta,
yaitu Husen bin ‘Ali
bin Abi Tholib”.
Ummu Kholid
berkata kepada Abu Huroiroh : “Nikahkanlah aku dengan orang yang engkau kehendaki dari
mereka”.
Abu Huroiroh
berkata : “Persoalan ini aku
yang menyodorkan dan
engkau sendirilah yang memilihnya”
Ummu Kholid
berkata : “Andai engkau tidak datang sendiri kemari maka aku akn menyuruh
utusan untuk menanyakan
hal ini kepadamu
wahai Abu Huroiroh“.
Maka Abu
Huroiroh berkata : “Aku tidak akan mendahulukan seseorang selain orang yang
mulutnya pernah dikecup oleh
Rosululloh SAW, yaitu Husen bin
‘Ali bin Abi Tholib,
Ummu Kholid berkata : “Kalau begitu
nikahkanlah aku dengan
Husen bin ‘Ali bin Abi Tholib.
Maka Abu
Huroiroh mempersiapkan acara pernikahan antara Ummu Kholid dengan Husen bin
‘Ali bin Abi Tholib, dan selanjtnya dilangsungkan akad nikah
antara Ummu Kholid dengan Husen bin ‘Ali bin
Abi Tholib, kemudian setelah acara akad nikah berlangsung, Abu Huroiroh memberikan harta yang banyak,
yang ia bawa dari
Kholifah Mu’awiah, Ia
berikan kepada Husen bin ‘Ali bin Abi Tholib.
Apa yang hendak
dilakukan oleh Abu Huroiroh setelah peristiwa akad nikah ? Bagaimana Beliau
harus melaporkan pertanggung jawaban amanat ini kepada Kholifah ?
Usai acara akad
nikah antara Ummu Kholid dengan Husen bin ‘Ali bin Abi Tholib, maka Abu
Huroiroh kembali ke hadapan Kholifah di Damsyiq, dan melaporkan peristiwa
tersebut kepada Kholifah Mu’awiah.
Alangkah
terkejutnya Kholifah Mu’awiah, Ia berkata : “Wahai Abu Huroiroh, Engku gunakan
harta kami untuk orang selain
kami.
Abu Huroiroh
menjawab : “Kholifah tidak mewarisi harta
itu dari orang tua Kholifah, tetapi harta itu adalah milik
Alloh dan Rosululloh, maka aku gunakan untuk
cucu Rosululloh, apa salahnya ?”
Kholifah
Mu’awiah tidak mampu mengembalikan kata-kata yang telah dilontarkan oleh Abu
Huroiroh kepadanya, Beliau terdiam, tak
satu kalimat pun ia ucapkan,
Beliau sudah tak
punya lagi cara untuk menuruti keinginan putranya, tinggal menyerah dan
berdo’a kepada Alloh
semoga sang putra
yang disayanginya cepat
sembuh.
‘Adi bin Hatim
di Damsyiq menunggu keputusan Kholifah, Apa betul Beliau akan menikahkan ‘Adi
bin Hatim dengan putri Kholifah serta
memberinya hadiah uang yang banyak
? Pikirannya mulai kalut, sampai lama tak kunjung ada keputusan, maka
ia kembali ke Madinah al Munawwaroh ,
dan singgah di rumah Husen bin ‘Ali bin Abi Tolib. Di tengah-tengah ia
bercengkerama dengan Husen bin ‘Ali, ‘Adi bin Hatim
menarik nafas panjang, suatu tanda
ada prihal yang
serius dalam pikirannya.
Husen bin ‘Ali
mengerti lalu berkata : “Sedang memikirkan apa engkau wahai ‘Adi, apakah engkau
teringat pada Ummu Kholid ?”
‘Adi bin Hatim
menganggukkan kepala tanpa mengucapkan kata-kata. Maka Husen bin ‘Ali memanggil
Ummu Kholid,
Ketika Ummu
Kholid menghadap, Husen bin ‘Ali bertanya kepada Ummu Kholid : “Apakah engkau
pernah aku sentuh ?” Ummu Kholid menjawab : “Belum pernah”, lalu Husen bin ‘Ali
mengatakan : “ Wahai Ummu Kholid, sebenarnya ‘Adi bin Hatim masih sangat
mencintaimu, maka kembalilah kepadanya, dan engkau aku ceraikan
sekarang juga . Aku melakukan
hal ini karna
kasihan kepada engkau
berdua”
Subhaanallooh,
Begitulah keindahan
sandiwara oleh Yang
Maha Sutra dara, Alloh
Subhanahu wa ta’ala,
Kedua pasangan
suami istri yang masih saling mencintai bisa kembali lagi setelah berpisah
sementara waktu karna
korban politik cinta, dengan
lantara kasih sayang
Husen bin ‘Ali bin
Abi Tholib.
Begitu hebatnya
Abu Huroiroh menjadi tim sukses dari 4 calon pengantin, Beliau mau
menjadi tim sukses
bukan karna silau
harta, tetapi demi menolong dan
menggebirakan hati para calon tersebut, Beliau
mempunyai pendirian yang kuat
dan benar di samping
menyerahkan keputusan kepada
Alloh.
Alangkah
beraninya Abu Huroiroh menghadap Kholifah untuk melaporkan pertanggung
jawabannya sebagai penerima amanat Kholifah, tanpa rasa takut sedikitpun,
Mungkin di hatinya hanya ada Alloh yang
patut disembah dan
ditakuti,
Tak kalah
hebatnya, bahwa setelah Yazid mengetahui kenyataan yang ada, ia lalu sadar dan berbalik pikiran, meyakini
bahwa jodoh memang
di tangan Tuhan, manusia hanya
merencanakan tetapi Alloh yang
memastikan.
مَا
كُلُّ مَا يَتَمَنَّى الْمَرْءُ يُدْرِكُهُ
تَجْرِيْ الرِّيَاحُ بِمَا لَا تَشْتَهِيْ السُّفُنُ
Tak semua apa yang
di inginkan oleh seseorang, ia dapat memperolehnya, Angin pun pada suatu saat
berhembus menuju arah yang
tak diinginkan oleh
nakhoda kapal.
Kalau sekiranya
tercapai semua apa yang di cita-citakan oleh manusia, niscaya tak kan dialiri
dunia ini oleh air
mata orang yang
menangis, dan tak kan
tampak kekuasaan Alloh dihadapan mereka.
Maka Yazid bin Mu'awiah dapat
sembuh sempurna dengan
pengobatan dari kesadaran
jiwanya sendiri. Subhaanallooh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar